LK PWNU Jateng: Korban Perundungan yang Tak Ditangani Rentan Jadi Pelaku Kekerasan

LK PWNU Jateng: Korban Perundungan yang Tak Ditangani Rentan Jadi Pelaku Kekerasan

SEMARANG - Peristiwa ledakan yang mengguncang SMA Negeri 72 Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara, pada Jumat (7/11/2025), menyisakan duka dan keprihatinan mendalam. Ledakan yang terjadi dua kali—di mushala dan pintu belakang sekolah—sekitar pukul 12.30 WIB saat khutbah Jumat itu menyebabkan sedikitnya 54 orang terluka, termasuk pelaku yang diduga merupakan korban perundungan.

 
Sela, salah satu siswa kelas XI SMAN 72, menuturkan bahwa ledakan itu diduga berasal dari bahan peledak rakitan yang dibawa oleh siswa yang kerap menjadi korban ejekan teman-temannya.
 
“Saya menduga siswa ini ingin membalas perlakuan dan bunuh diri. Tadi saya lihat ada tiga jenis bom, tapi hanya dua yang meledak,” kata Sela sebagaimana dikutip NU Online Jakarta.
 
Menanggapi peristiwa tersebut, Ketua Lembaga Kesehatan (LK) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, Alek Jusran, menilai bahwa akar persoalan tindakan ekstrem semacam ini bersifat kompleks dan tidak bisa disederhanakan hanya pada satu faktor.
 
“Pemicu yang menjadikan korban perundungan hingga menjadi pelaku sebenarnya multifaktorial. Perlu dilihat dari sisi kepribadian, pola asuh orang tua, hingga lingkungan sekitar—apakah mendukung korban untuk berubah menjadi pelaku atau tidak,” terang Direktur Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr Amino Gondohutomo Kota Semarang ini.
 
Menurutnya, korban perundungan yang tidak segera mendapat pendampingan cenderung berisiko menjadi pelaku kekerasan di kemudian hari. 
 
“Ada proses kognitif yang terjadi, di mana korban berusaha melanjutkan atau membalas dendam atas perlakuan yang ia alami,” jelasnya.
 
Alek menambahkan, pendekatan penanganan terhadap korban perundungan harus disesuaikan dengan tingkat gangguan psikologis yang dialami. 
 
“Jika sudah masuk tahap depresi sedang hingga berat, maka perlu kombinasi antara terapi psikologis dan pengobatan medis,” imbuhnya.
 
Peristiwa di SMAN 72 ini menjadi peringatan penting bagi dunia pendidikan untuk memperkuat pendidikan karakter, empati, dan kesehatan mental di sekolah. Upaya pencegahan perundungan, menurut dr Alek, tidak bisa hanya mengandalkan sanksi, tetapi harus disertai pendampingan berkelanjutan agar peserta didik tumbuh dalam lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang. (*)


.