Hadapi Arus Narasi Negatif, PWNU Jateng Serukan Penguatan Moral Pesantren
KUDUS - Ketua Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah, KH Abdul Ghaffar Rozin, mengungkapkan keprihatinan atas semakin maraknya narasi yang menyudutkan pondok pesantren. Menurutnya, kejadian negatif berskala kecil di pesantren kerap diviralkan secara berlebihan, sementara kontribusi pesantren dalam pembinaan moral dan pendidikan bangsa jarang terangkat ke ruang publik.
Hal itu disampaikan Gus Rozin dalam Halaqah Interaktif Pengasuh Pesantren bertema “Pencegahan dan Penanganan Bullying dan Kekerasan Seksual di Pesantren” yang digelar di Pesantren Yanbu'ul Qur'an, Kajeksan, Kudus, Kamis (16/10/2025). Forum tersebut membahas dinamika pesantren serta langkah-langkah preventif untuk menekan kasus perundungan dan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan Islam tradisional.
Gus Rozin menilai, derasnya arus informasi dan perubahan zaman membuat pesantren kurang terekspos sebagai lembaga penguatan karakter dan moral. Ia juga menyoroti adanya gerakan sistematis yang kerap menyudutkan pesantren melalui narasi sporadis.
“Ketika ada kejadian kecil di pesantren langsung viral dan dikomentari luas, sementara praktik baik dan tradisi luhur yang diwariskan pesantren belum banyak diketahui,” ujarnya.
Terkait pencegahan kekerasan dan perundungan, Gus Rozin menegaskan pentingnya mitigasi sejak dini. Upaya ini, menurutnya, tidak hanya menyasar santri, tetapi juga menyentuh aspek edukasi bagi pengurus dan pengawas pesantren agar tidak menjatuhkan hukuman yang berlebihan.
“Harus ada penyambung antara pendidikan dan pendewasaan. Hukuman kepada santri tetap harus bersifat mendidik,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan agar setiap kasus tidak ditutup rapat, melainkan ditangani secara terbuka dengan keberpihakan kepada korban. Kolaborasi antara pengasuh, wali santri, dan lingkungan sekitar menjadi penting dalam mengantisipasi potensi kekerasan seksual.
Sementara itu, pengurus RMI PWNU Jateng Bidang Advokasi Prof Hj Arikhah menambahkan bahwa pesantren perlu adaptif terhadap perkembangan teknologi. Upaya ini menjadi bagian dari muhasabah untuk mencegah perundungan, termasuk di ruang digital.
“Peran pesantren bukan hanya mendidik dalam agama, tetapi juga membangun karakter, berdakwah, dan memberdayakan umat. Praktik-praktik baik pesantren perlu disuarakan keluar,” tandas pengasuh pesantren Darul Falah Besongo Semarang.
Sementara itu, Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) PWNU Jateng, KH Ahmad Fadluloh Turmudzi menambahkan bahwa acara Halaqah Interaktif Pengasuh Pesantren bertema “Pencegahan dan Penanganan Bullying dan Kekerasan Seksual di Pesantren” merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Hari Santri 2025 PWNU Jateng.
Hadir dalam kesempatan itu serta sebagai pemateri, Ketua LK PCNU Kudus Reni Yuniati dan pengasuh Pesantren Yanbu'ul Qur'an KH M Ulil Albab Arwani. (*)
.
.