KH Ubaidullah Shodaqoh Tekankan Pentingnya Menjaga Akhlak di Tengah Transformasi Digital Kajian Kitab Kuning

KH Ubaidullah Shodaqoh Tekankan Pentingnya Menjaga Akhlak di Tengah Transformasi Digital Kajian Kitab Kuning

SEMARANG - Kementerian Agama (Kemenag) RI menggelar Halaqah Pesantren bertema “Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren” di ruang teatrikal Gedung Kiai Saleh Darat, Lantai 4 Kampus 3 UIN Walisongo Semarang, Rabu (26/11/2025). 

Kegiatan ini menghadirkan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Itqon Semarang, KH Ubaidullah Shodaqoh, sebagai narasumber utama yang membahas tantangan dan peluang penguatan kajian kitab kuning di era digital.

Dalam pemaparannya, Kiai Ubaid menegaskan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua telah menjaga tradisi kajian kitab kuning melalui metode sorogan, bandongan, dan talaqqi selama berabad-abad. Namun, perkembangan teknologi digital menuntut adanya transformasi agar tradisi tersebut tetap relevan tanpa kehilangan ruh keilmuan.

Menurutnya, digitalisasi bukan upaya menggantikan metode klasik, melainkan memperkaya proses pembelajaran dengan akses sumber yang lebih luas dan mendalam. Santri kini berpeluang melakukan komparasi manuskrip, mengakses berbagai rujukan lintas kitab, serta menyerap pemikiran ulama global secara cepat.

“Transformasi ilmu saat ini jauh lebih mudah karena bisa diakses dari mana saja, dengan digitalisasi yang sangat memudahkan dalam berbagai aspek, termasuk pengkajian kitab dengan bantuan ponsel,” ujar Rais Syuriyah PWNU Jateng ini.

Meski demikian, Kiai Ubaidullah mengingatkan bahwa ilmu yang mudah diperoleh juga berpotensi cepat hilang apabila tidak dikelola dengan baik. Karena itu, santri perlu membangun kesadaran agar ilmu yang dipelajari dapat diamalkan, dijaga, dan dilestarikan.

Selain aspek kemudahan transformasi ilmu, ia menekankan perlunya menjaga moral dan akhlak santri di tengah derasnya arus digital. Tantangan terbesar bukan hanya kemampuan mengakses ilmu, tetapi bagaimana memastikan akhlak tetap kuat dan terjaga.

“Digitalisasi harus dilakukan tanpa melanggar maqasid syariah, yaitu tujuan syariat yang menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta,” tegasnya.

Kiai Ubaid juga mendorong pesantren untuk memperkuat literasi digital, tidak hanya keterampilan teknis, tetapi juga pemahaman etika bermedia, keamanan data, serta penyediaan infrastruktur teknologi yang memadai. Akses internet, sistem administrasi digital, dan pemanfaatan media dakwah menjadi kebutuhan mendesak agar pesantren semakin adaptif.

Ia berharap perpaduan antara tradisi intelektual klasik dan teknologi modern menjadikan pesantren tetap sebagai mercusuar peradaban Islam, melahirkan santri berwawasan luas, kokoh pada tradisi, dan mampu memberi kontribusi bagi masyarakat di era global.

Di akhir materi, KH Ubaid mengajak seluruh elemen pesantren menjadikan transformasi digital sebagai kekuatan baru yang menjaga tradisi, mendorong kemajuan, sekaligus memperteguh moralitas santri. (*)

.