LF PBNU Buka Dirasah Falakiyah 1 PWNU Jateng, Integrasikan Falak dan Teknologi Digital

LF PBNU Buka Dirasah Falakiyah 1 PWNU Jateng, Integrasikan Falak dan Teknologi Digital

BREBES - Lembaga Falakiyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah untuk pertama kalinya menggelar Dirasah Falakiyah di Pondok Pesantren Al-Hikmah 2, Benda, Sirampog, Brebes, pada Sabtu–Ahad (27–28/9/2025). Acara yang diikuti 150 peserta dari berbagai daerah di Jawa Tengah ini resmi dibuka oleh Wakil Sekretaris LF PBNU, Kiai Ma’rufin Sudibyo.

Dirasah perdana ini tidak hanya mengajarkan ilmu falak klasik sebagaimana diajarkan di pesantren, tetapi juga memperkenalkan pendekatan baru melalui integrasi teknologi digital. 

Inovasi yang ditampilkan meliputi penggunaan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk konsultasi falakiyah dan pelatihan pemrograman JavaScript. 

Peserta dilatih memahami bagaimana teknologi dapat menjadi alat bantu untuk memperkuat keilmuan falak, sekaligus mendekatkan generasi muda pada khazanah ilmiah pesantren.

Dalam sambutannya, Kiai Ma’rufin menekankan pentingnya regenerasi ahli falak di tubuh NU. Ia mengungkapkan bahwa jumlah pakar falak saat ini sangat terbatas, bahkan sejajar dengan kelangkaan ahli bahsul masa’il. 

“Ilmu falak adalah ilmu yang vital dalam penentuan ibadah umat Islam. Sayangnya, jumlah ahlinya masih minim. Karena itu, saya sangat mengapresiasi semangat para peserta yang rela meninggalkan kesibukan untuk menekuninya,” ujarnya.

Ia juga menyinggung potensi perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha pada tahun mendatang. Menurutnya, perbedaan ini harus dipahami sebagai rahmat dan dijelaskan secara ilmiah agar umat tetap bersatu. 

“Perbedaan adalah anugerah Allah yang harus kita pahami dan jelaskan dengan baik. Jangan sampai perbedaan justru menimbulkan perpecahan,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua LF PWNU Jawa Tengah, Dr. H. M. Basthoni, M.H., mengingatkan bahwa perhitungan falak tidak boleh dilakukan sembarangan. Kesalahan dalam menentukan awal waktu ibadah dapat berdampak pada keabsahan ibadah umat Islam. 

Ia juga menyoroti fenomena generasi muda yang cenderung lebih mengandalkan kecerdasan buatan ketimbang mendalami kitab-kitab klasik. 

“Teknologi AI memang sangat membantu, tetapi tetap memiliki keterbatasan. Ia belum bisa menggantikan detail, kedalaman, dan otoritas ilmu yang bersumber dari kitab turats,” katanya.

Untuk menjawab tantangan itu, LF PWNU Jateng menghadirkan chatbot khusus falakiyah yang telah diintegrasikan dengan karya Ketua Umum Asosiasi Ahli Falak Asia Tenggara, Prof KH Ahmad Izzudin. Chatbot ini dirancang agar mampu memberikan jawaban falakiyah yang lebih terarah, akurat, dan sesuai metodologi ilmiah.

Selain itu, sesi khusus pengajaran JavaScript juga diberikan agar peserta memiliki kemampuan teknis dalam mengolah data falak. Melalui pemrograman ini, para santri, mahasiswa, maupun kader NU diharapkan dapat membuat aplikasi sederhana yang mendukung perhitungan hisab dan astronomi Islam.

Dirasah Falakiyah 1 ini menjadi momentum penting bagi PWNU Jawa Tengah untuk menegaskan komitmennya menjaga tradisi ilmu falak yang diwariskan pesantren. Dengan memadukan metodologi klasik dan teknologi modern, NU berupaya memastikan ilmu falak tetap relevan di era digital sekaligus menjadi bekal generasi muda dalam menjawab kebutuhan umat. (Muhammad Miftahul Khoir)